Beranda EKONOMI Akibat Ulah Pemerintah Terhadap TBS Sawit, Banyak Petani ke RSJ Karena Stress

Akibat Ulah Pemerintah Terhadap TBS Sawit, Banyak Petani ke RSJ Karena Stress

7330

EKONOMI (Infosiak.com) – Polemik harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit dan ekspor Crude Palm Oil (CPO) membuat banyak pengusaha stres. Bahkan, menurut Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Sumatera Utara Alexander Maha, ada yang sampai konsultasi kejiwaan.

Tak hanya kalangan pengusaha, tak sedikit petani kelapa sawit swadaya yang juga tertekan dengan kondisi belakangan ini.

“Membebani. Kasihan rakyat, sudah banyak yang stres. Sudah banyak yang konsultasi ke rumah sakit jiwa. Kasihan,” kata Alexander, Selasa (12/07/2022).

Alexander mengatakan, terdapat 20 juta warga yang menggantungkan hidup di sektor pertanian kelapa sawit. Oleh karena itu, dia berharap pemerintah menerapkan kebijakan yang adil bagi semua kalangan.

“Di Bengkulu, itu ketua Apkasindo sudah konsultasi ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) karena banyak petani-petani sudah senget (stres). Kasihan, ada 20 juta itu. Jangan lah banyak kali dikutip pemerintah,” katanya.

Alexander mengeluhkan tarif yang ditetapkan pemerintah usai mencabut larangan ekspor CPO beberapa waktu lalu. Perusahaan yang tidak ikut dalam program Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH) dikenakan tiga tarif ekspor sekaligus.

Antara lain Bea Keluar senilai US$288 per ton CPO, pungutan ekspor US$200 per ton CPO dan tarif tambahan flush out senilai US$200 per ton CPO. Sehingga total biaya yang harus dikeluarkan pengusaha mencapai US$688 per ton.

Baca Juga:  Harga TBS Sawit Murah, Menko Luhut Kejar 9 Juta Hektare Lahan Sawit tak Bayar Pajak

Jika estimasi satu dolar seharga Rp15.000, maka dengan kata lain pengusaha mesti membayar total pungutan Rp10.000 per kilogram CPO.

“Beban-beban pungutan itu terlampau besar,” kata Alexander kepada Bisnis.

Menurut Alexander, biaya ekspor CPO dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Namun tarifnya melonjak tajam pada tahun ini. Khususnya setelah dan sesudah pemerintah menerbitkan larangan ekspor baru-baru ini.

Pada Juli 2019, total tarif ekspor yang mesti dikeluarkan eksportir CPO dalam negeri hanya US$50 per ton. Sedangkan harga CPO dunia kala itu masih US$453 per ton.

Tarif ekspor kemudian meningkat pada Juli 2020 menjadi US$55 per ton dengan harga CPO dunia US$523 per ton. Pada Juli 2021, tarif ekspor kembali meningkat menjadi US$291 per ton dengan harga CPO US$723 per ton.

Lonjakan tinggi terjadi pada Juli 2022. Tarif ekspor CPO menjadi US$688 per ton dan harga CPO US$535 per ton.

“Artinya pada tahun ini banyak kali dikutip pemerintah,” kata Alexander.

Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Dinas Perkebunan Pemprov Sumatra Utara Zulkifli Annoor Hasibuan mengungkapkan bahwa harga TBS kelapa sawit di Sumatra Utara sampai saat ini masih rendah dibanding harga normal sebelumnya.

TBS kelapa sawit di tingkat petani dihargai sekitar Rp600 – Rp1.000 per kilogram. Sedangkan di tingkat PKS harganya Rp1.200 – Rp1.600 per kilogram.

Baca Juga:  Harga CPO Terus Melonjak di Pasar Dunia, Petani Sawit Punya Prospek Cerah

Harga TBS kepala sawit terendah ada di Kabupaten Tapanuli Selatan. Harganya bahkan sempat menyentuh Rp500 per kilogram di tingkat petani.

Sedangkan tertinggi di Kabupaten Asahan, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Labuhan Batu dan Kabupaten Labuhan Batu Utara. Harganya sekitar Rp1.000 – Rp1.200 per kilogram di tingkat petani.

“Sudah kurang lebih sebulan ini,” kata Zulkifli.

Menurut Kepala Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kantor Wilayah I Ridho Pamungkas, anjloknya harga TBS kelapa sawit disebabkan tangki CPO perusahaan kini rata-rata penuh. Sehingga mereka tidak lagi menampung TBS kelapa sawit dari perkebunan.

Ridho mengatakan, pemerintah menerapkan berbagai persyaratan usai kran ekspor CPO dan produk turunnya dibuka beberapa waktu lalu. Termasuk kebijakan syarat domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) dan perubahan tarif ekspor. Perusahaan memerlukan waktu untuk dapat beradaptasi dengan berbagai persyaratan tersebut.

Di sisi lain, masa larangan ekspor CPO beberapa waktu lalu juga menyebabkan banyak kapal beralih mengangkut komoditas lain sehingga menyulitkan eksportir.

“Yang menjadi pertanyaan adalah turunnya harga CPO dan melimpahnya stok CPO tidak dibarengi dengan turunnya harga minyak goreng kemasan secara signifikan,” kata Ridho.

Berdasarkan pantauan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), minyak goreng kemasan di Kota Medan dihargai Rp24.100 per kilogram pada 25 Mei 2022. Sedangkan saat ini harganya rata-rata di angka Rp23.000 per kilogram. Sehingga hanya turun 3 persen. Disparitas harga yang terjadi menimbulkan kecurigaan.

Baca Juga:  Pekan Ini Harga TBS Sawit Riau Naik Tipis, di Tingkat Petani Hampir Capai Rp2000

“Lagi-lagi ini menjadi sinyal kartel,” ujar Ridho.

Ridho mengapresiasi langkah pemerintah mendorong perusahaan agar membeli TBS kelapa sawit seharga Rp1.600 di tingkat petani. Namun, Ridho juga mengingatkan bahwa saat ini banyak PKS yang kesulitan menjual CPO karena berbagai hal.

Seperti harga global yang merosot dan stok CPO di tangki yang sudah penuh. Sehingga akan sulit bagi PKS untuk membeli TBS kelapa sawit seharga Rp1.600 per kilogram. Apalagi penetapan harga TBS kelapa sawit juga dipengaruhi faktor lain seperti rendemen dan kualitas TBS kelapa sawit itu sendiri.

Untuk itu, Ridho menyarankan pemerintah membuat acuan harga pembelian TBS kelapa sawir dari petani swadaya serta mengatur harga berdasarkan kualitas buah yang disetor. Kebijakan ini diharap mampu mendorong para petani untuk memperbaiki kualitas TBS kelapa sawit.

“Selain dengan pola kemitraan, perlu juga disusun metode atau model penentuan harga TBS yang lebih baik yang dapat menyejahterakan petani sawit swadaya sekaligus menjaga keberlangsungan usaha perusahaan kelapa sawit,” katanya.

Laporan: Atok
Sumber: Bisnis.com

loading...