SIAK (Infosiak.com) – Guna membuktikan keseriusannya melaporkan Ketua PN Siak ke Komisi Yudisial terkait pelanggaran etik menunjuk hakim yang sama dalam perkara yang memiliki kemungkinan adanya komplik kepentingan.
Anggota DPRD Siak Komisi II Ir Muhammad Ariadi Tarigan menulis surat penambahan bukti kepada Ketua Komisi Yudisial di Jakarta. Hal ini dijelaskannya melalui pers rilis yang diterima awak media, Sabtu (7/9/2019) kemarin.
Bukti bukti ini tidak dapat saya buka ke public, kata Ariadi, karena hal ini merupakan ranah dari Komisi Yudisial yang berhak mengumumkannya nanti bilamana diperlukan.
Surat ini, lanjut Ariadi, saya kirim sebagai respon dari kompers tandingan yang dilakukan Ketua PN Siak, satu hari setelah dia melakukan konferensi pers pada hari Senin 19 Agustus 2019 lalu, yang dilakukan pada hari Selasa 20 Agustus 2019 oleh Ketua PN Siak.
Sedikit miris dengan konferensi pers tersebut anda bayangkan saja, sebut Ariadi, seorang Ketua Pengadilan Negeri melakukan kompers di salah satu Cafe di Siak.
“Bukannya meluruskan atau memanggil saya secara resmi ke Pengadilan Negeri Siak, padahal anda lihat saya aja konferensi pers di DPRD Siak bukan diluar kan?,” kata dia.
Belum lagi, lanjut Ariadi, substansi yang dibahas dalam konferensi pers tersebutbukannya memberikan klarifikasi yang benar dan sehat kepada masyarakat kenapa Ketua PN tidak menepati janjinya tentang Majelis yang akan ditunjuk dalam perkara atas nama Suratno dan Teten, justru menjalar kemana-mana.
“Lo, yang saya laporkan ke KY kan Cuma apa alasan menunjuk satu majelis yang sama terhadap perkara yang diduga ada kemungkinan komplik kepentingan kan?, ini hanya soal komitmen saja yang berada dalam ranah etik, makanya saya lapor ke KY,” ungkap dia.
Selanjutnya pada konferensi pers tersebut, jelas Ariadi, Ketua PN Siak mempertanyakan saya sebagai Anggota Dewan (legislatif) membela masyarakat yang mana? Tentunya ini yang perlu saya klarifikasi, seharusnya Ketua PN lebih tahu lagi, karena dia yang pegang berkas perkara, kan bisa dilihat disana kan?
“Sudah jelas saya membela masyarakat Siak yang terkena dampak pemberian izin yang diduga tidak benar dan diduga telah digunakan dengan tidak benar,” sebut dia.
Mari kita perinci satu-satu ya, terang Ariadi, untuk perkara dengan terdakwa Misno bin Karyorejo (terdaftar Nomor 81/Pidsus/2019/PN.Sak) dalam kapasitasnya sebagai Direktur PT Duta Swakarya Indah (DSI), diduga telah berkebun tanpa izin pada lahan yang berada diluar izin yang dimiliki PT DSI (diluar yang 8000 haktare), itukan ditanam diatas lahan masyarakat Sengkemang dengan luas lebih kurang 300 haktare, bagaimana perolehannya dengan masyarakat? Kan harus dijelaskan oleh Ketua PN itu sendiri.
“Kalau dihubungkan dengan perkara Teten dan Suratno, sekaligus dalam kapasitas Direktur PT DSI juga, kan jelas perkaranya berkaitan dengan dugaan menggunakan izin palsu dengan luasan kurang lebih 8.000 haktare,” ungkap Ariadi.
Anda lihat sendirikan, lanjut Ariadi, pelapornya hanya memiliki lahan yang bersertifikat seluas 80 haktare saja, berapa luas lahan masyarakat lain lagi yang diduga digunakan sebagai surat palsu itu dalam perkara ini? Masih banyak kan?
Kemudian belum lagi kalau kita dalami, kata Ariadi, didalam izin lokasi dan izin usaha perkebunan yang menjadi pokok perkara dalam perkara Nomor 115/Pid.B/2019/PN.Sak dan 116/Pid.B/2019/PN.Sak masing-masing atas nama terdakwa Drs Teten Effendi dan terdakwa Suratno Konadi dari luasan 8000 haktare tersebut.
Selanjutnya terdapat tanah untuk kepentingan jalan raya yang terbentang dari Siak ke Dayun dan dari Siak ke Gasip yang semula milik masyarakat dan diganti rugi kepada masyarakat dengan menggunakan uang Negara.
“Kan bahas kacau nantinya ini, kalau misalnya kita tidak meluruskan hukum tentang izin yang digunakan itu, lalu tiba-tiba kebijakan Pemkab Siak yang memberikan ganti rugi lahan seluas 54 haktare ini akan masuk ke ranah Tipikor nantinya,” pungkasnya.
Sumber : Rilis
Editor : Afrijon