SERANG (Infosiak.com) – Masih soal carut marut BPJS di luar tunggakan triliunan kepada rumah sakit dan naiknya iuran tahun depan, berikut adalah cerita sedih sekaligus miris seorang pasien BPJS Kesehatan.
Adalah seorang peserta BPJS, asal Pontang, Kabupaten Serang, Banten, mengalami nasib memprihatinkan. Pria bernama Kuncung Sudrajat meninggal dunia karena lambatnya prosedur administrasi.
Imron Nawawi, keponakan Kuncung, mengatakan, peristiwa itu berawal ketika sang paman dibawa ke Puskemas Pontang, akibat hipertensi pada 17 Desember 2019.
Prosedur penggunaan BPJS, mengharuskan peserta terlebih dahulu meminta surat rujukan dari Puskesmas sebelum dibawa ke rumah sakit terdekat.
” Di Puskesmas mendapatkan penanganan, tapi seadanya dan alakadarnya. Hanya infusan dan selang oksigen, karena tidak ada dokternya,” kata Imron seperti dikutip dari merdeka.com.
Dengan kondisi tersebut, keluarga khawatir karena tensi darah melampaui batas normal yaitu 220 mmHg. Imron sempat mendesak puskesmas untuk mengeluarkan surat rujukan ke rumah sakit.
“Ada inisiatif untuk meminta konfirmasi terkait perujukan, pertama saya meminta rujuk ke RS dan pihak Puskesmas langsung mengkoordinasikan ke pihak RS Dradjat Prawiranegara Serang dan RSUD Banten,” ujar dia.
Dari hasil koordinasi pihak RS Dradjat Prawiranegara mengatakan tak ada ruangan kosong. Jawaban serupa juga disampaikan RSUD Banten.
“Kami bersama keluarga berinisiatif kembali, mencoba mendesak dan mengkomunikasikan dengan dokter sekitar. Akhirnya terhubung dengan dokter dari Puskesmas Tirtayasa, dan dipaksa untuk dibawa ke RSDP,” ucap dia.
Imron mengatakan, sang paman akhirnya dibawa ke RS Dradjat Prawiranegara. Sesampai di lokasi, dia menyebut, sang paman tak mendapat penanganan dan ruangan khusus.
“Kenapa semua rumah sakit menolak pasien BPJS dengan dalih tidak ada ruangan. Karena proseduralnya memang kalau BPJS harus rujuk dulu dari faskes atau dari puskesmas terdekat,” kata dia.
Dia pun menyesalkan adanya pungutan untuk biaya ambulans dari penjaga piket baik dari Puskesmas Pontang maupun pihak RS Dradjat Prawiranegara.
“Ada yang lebih kesal lagi, si penjaga piketnya minta bayaran untuk ambulans, padahal pakai BPJS,” ucap dia.
Berdasarkan penuturannya, dikarenakan banyaknya alasan dari pihak Puskesmas dan rumah sakit, mulai dari pukul 15.00 WIB pihaknya meminta untuk dirujuk, tetapi tidak disegerakan. Akhirnya, pukul 00.12 WIB pasien dinyatakan meninggal.
Kepala Puskesmas Pontang, Sruwi Budiana mengatakan, pihaknya telah mengupayakan agar pasien tersebut dirujuk. Namun ruang ICU rumah sakit RS Dradjat Prawiranegara memang sedang penuh.
“Kalau mau rujuk kita telepon dulu, kebetulan waktu itu penuh. ICU-nya penuh. Disarankan mencari rumah sakit lain, yang ada ICU,” ujar Sruwi.
Sruwi mengungkapkan, pasien tersebut mengalami stroke sudah dalam kondisi tidak sadar saat berada di Puskesmas.
“Kebetulan pasien stroke, sudah koma. Dari pagi enggak sadar dibawa ke Puskesmas baru jam tiga,” kata dia.
Sruwi enggan berkomentar soal ambulans yang harus dibayar. Dirinya mengatakan, itu hanya salah komunikasi antara pasien dan rumah sakit. “Uangnya sudah dikembalikan ke pihak keluarga pasien,” kata Sruwi singkat.
Sumber : Merdeka
Editor : Afrijon