POJOK (Infosiak.com) – Bang Bawor sudah lebih 17 tahun bekerja sebagai sopir minibus jurusan Simpang Tugu – Pasar Lengang. Dalam menjalankan aktivitas sehari-harinya, Bang Bawor tidak pernah mengeluh atas hasil yang didapat, meskipun terkadang besaran hasil/uang yang ia dapat hanya cukup untuk membeli rokok dan membeli BBM (kebutuhan kendaraannya, red).
Pada hari Rabu sekira pukul 09:00 WIB pagi, Bang Bawor mendapat orderan (carteran, red) membawa rombongan para ibu-ibu piknik ke Kota Istana, dari sekian banyak ibu-ibu yang ia bawa tersebut, ternyata ada Satu diantaranya yang masih berstatus perawan (belum bersuami, red). Singkat cerita Bang Bawor terpincut dengan perawan muda tersebut, dan pada akhirnya Bang Bawor pun menikahinya dengan mahar seperangkat alat shalat.
Setelah memiliki isteri, Bang Bawor semakin giat dan semangat menjalankan profesinya sebagai seorang sopir, semua itu ia lakukan demi memenuhi kebutuhan sehari-sehari bersama sang isteri tercinta. Berselang Tiga bulan menikah, bulan suci Ramadhan pun tiba.
Saat tiba waktu sahur, Bang Bawor terlihat cukup semangat menemani isterinya memasak nasi dan membuat sambal untuk makan sahur. Maklum, baru kali ini Bang Bawor menjalani bulan suci Ramadhan bersama sang isteri.
Saat pagi tiba, seperti biasa Bang Bawor menjalankan minibusnya untuk mengais rejeki di jalanan. Berbeda dengan hari-hari biasa, pada bulan Ramadhan Bang Bawor tidak menyempatkan diri pulang ke rumah pada siang hari, hal itu dikarenakan sang isteri sedang berpuasa, sehingga tidak perlu pulang untuk makan siang bersama isteri.
Beberapa hari menjelang tibanya hari raya Idul Fitri, jumlah penumpang (sewa, red) yang didapat oleh Bang Bawor meningkat cukup drastis, sehingga Bang Bawor nyaris tidak punya waktu istirahat sepanjang hari. Meskipun tidak sempat beristirahat, namun penghasilan Bang Bawor mengalami peningkatan.
Dengan penghasilan berlebih yang ia dapat menjelang tibanya hari raya Idul Fitri itu, Bang Bawor pun bisa memberikan uang lebih kepada isterinya saat pulang ke rumah. Sang isteri pun terlihat sangat gembira dan bersyukur atas penghasilan Bang Bawor yang mengalami peningkatan saat akan tibanya hari raya.
Pada hari Sabtu, 3 hari menjelang tibanya hari raya Idul Fitri, Bang Bawor kembali mendapatkan penumpang yang cukup banyak di jalanan, namun saat itu kondisi fisik Bang Bawor sedikit kurang sehat akibat aktivitasnya yang berlebih dalam beberapa hari terakhir ini.
Di tengah aktivitasnya yang meningkat tersebut, pada siang hari sekira pukul 12:00 WIB, Bang Bawor merasa pusing, mual, dan muntah-muntah hingga ia tidak kuat menjalani puasa seharian, meskipun pada pagi harinya ia masih sempat makan sahur bersama sang isteri di rumah.
Dengan kondisi badan yang tidak sehat itu, Bang Bawor menelpon rekan seprofesinya Bang Paijan. Beberapa menit setelah ditelpon, Bang Paijan pun datang ke lokasi yang biasanya dijadikan tempat mangkal oleh Bang Bawor.
Setelah berbincang-bincang, Bang Paijan menyarankan agar Bang Bawor segera dibawa ke Rumah Sakit (RS), namun saran yang diajukan oleh Bang Paijan itu ditolak oleh Bang Bawor.
Sebagai teman karib yang sama-sama berprofesi sebagai sopir minibus, Bang Paijan tidak sampai hati melihat Bang Bawor jatuh sakit, sehingga Bang Paijan membawa Bang Bawor ke Klinik terdekat guna memeriksakan kondisi kesehatannya sekaligus membeli obat.
Setelah mendapatkan obat dari Klinik, Bang Bawor diajak oleh Bang Paijan mampir ke rumahnya yang tidak jauh dari terminal tempat mereka mangkal. Sesampai di rumahnya itu, Bang Bawor dianjurkan untuk segera meminum obat yang didapat dari Klinik.
Sebelum meminum obat, Bang Bawor membaca petunjuk pada bungkusan obat yang ia dapat dari Klinik, pada petunjuk tersebut tertera tulisan “diminum setelah makan”.
Karena tak ingin penyakitnya bertambah parah, Bang Bawor pun berbisik kepada Bang Paijan untuk melihat ke dapur rumahnya itu apakah ada air minum dan makanan. Karena untuk meminum obat dianjurkan untuk makan terlebih dahulu.
Setelah dilihat di dapur, ternyata di meja makan rumahnya itu banyak makanan yang tersedia (sisa makan sahur). Di situ ada nasi, gulai ikan patin, sambal jengkol, dan lain sebagainya.
“Itu di meja makan banyak makanan, cepetan dimakan dan segera diminum obatnya biar cepat sembuh,” celetuk Bang Paijan.
Singkat cerita, pada hari Sabtu siang itu, Bang Bawor terpaksa harus makan dan meminum obat. Apa yang dilakukan oleh Bang Bawor tersebut bukan tanpa alasan, melainkan karena suatu ‘udzur (halangan, red) dikarenakan sedang sakit. Meski demikian, Bang Bawor berniat akan mengganti puasanya yang tertinggal itu di hari berikutnya. Hal itu dilakukan oleh Bang Bawor sesuai penjelasan dari ayat Al Quran yang artinya:
“(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
(QS. Al Baqarah ayat 184).
Setelah makan dan minum obat, kondisi Bang Bawor mulai membaik dan ia pun pamit kepada Bang Paijan untuk pulang ke rumah.
Setiba di rumahnya sekira pukul 17:00 WIB sore, Bang Bawor langsung membantu isterinya yang sedang sibuk di dapur menyiapkan hidangan untuk berbuka puasa. Di hadapan isterinya, Bang Bawor tetap menunjukkan seolah-olah ia masih/sedang berpuasa, meskipun hari itu ia sudah berbuka karena harus minum obat.
Di hari berikutnya, Ahad (Dua hari jelang Idul Fitri), Bang Bawor kembali menjalankan aktivitasnya melayani para penumpang dengan tujuan Simpang Tugu – Pasar Lengang. Di hari itu, penumpang Bang Bawor rata-rata banyak kaum ibu (emak-emak, red) yang ingin berbelanja untuk kebutuhan hari raya Idul Fitri.
Di sepanjang jalan, Bang Bawor mendengar percakapan ibu-ibu (penumpangnya, red) itu yang sedang membicarakan kondisi keuangan negara dan menyebut-nyebut nama salah seorang pejabat yang sudah meninggal dunia (dengan bahasa yang seolah terkesan tendensius).
Mendengar perbincangan para penumpangnya itu, Bang Bawor mengingatkan agar pada bulan puasa ini tidak membicarakan hal-hal negatif tentang seseorang, karena hal itu bisa termasuk dalam kategori perbuatan ghibah, yang bisa merusak pahala puasa.
Sembari menyetir kendaraannya, Bang Bawor menyampaikan nasehat kepada para penumpangnya yang asyik bergunjing itu dengan bahasa santun dan lembut. Bang Bawor membacakan salah satu ayat Al Quran yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing (ghibah) sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik”.
(QS. Al-Hujarat, ayat 12).
Pada ayat ini, kata Bang Bawor, Allah SWT mengibaratkan orang yang berghibah seakan-akan memakan bangkai saudaranya. Metafora bangkai menunjukkan bahwa cela yang dibicarakan itu adalah aib yang seharusnya ditutupi, bukan dibincangkan dengan orang lain.
Sembari menutup nasehatnya, Bang Bawor mengingatkan bahwa ghibah (membicarakan orang, red) sama dengan memakan bangkai. Apalagi saat ini kita semua sedang menjalankan ibadah puasa. Apakah kita mau disebut sebagai orang yang “Berpuasa Tapi Makan”. Tentulah tidak.
POJOK: INFOSIAK.COM
PENULIS : ATOK