Beranda HEADLINE Bulan Ramadhan ‘Habis’ Senin Sore 3 Juni, Lalu Kenapa Lebaran 5 Juni?

Bulan Ramadhan ‘Habis’ Senin Sore 3 Juni, Lalu Kenapa Lebaran 5 Juni?

434

BANDA ACEH (Infosiak.com) – Dalam satu tulisannya yang menyebar di jejaring media sosial,  Agus Mustofa yang kerap dipanggil Pak AM, penulis puluhan buku serial Diskusi Tasawuf Modern menjelaskan, menurut perhitungan ijtimak alias konjungsi, ‘habisnya bulan Ramadhan 1440 H’ terjadi pada Senin, 3 Juni 2019 pukul 10:02 GMT atau pukul 17:02 WIB, yakni sebelum datangnya Magrib, pukul 17:21 WIB.

Menurut Pak AM, bulan Ramadhan 1440 H sudah habis 19 menit sebelum Maghrib pada 3 Juni 2019 dengan usia bulan Ramadhan tahun ini 29 hari.

Sedangkan sisanya, yang 19 menit itu adalah penggenapan. Sehingga bisa dikatakan, bulan Ramadhan 1440 H ini berusia 29 hari 19 menit.

Masalahnya, tulis Pak AM yang berlatar belakang pendidikan Teknik Nuklir Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta ini, ketinggian hilal yang hanya berusia 19 menit itu sangat tipis di atas horizon khususnya bagi pengamat yang ada di Indonesia bagian barat.

Pasti tidak kelihatan, ketika dirukyat saat Magrib, dengan peralatan secanggih apa pun dari permukaan bumi wilayah Indonesia Barat. Karena, akan tersilaukan oleh cahaya matahari yang sangat berimpit dengan bulan.

Bukan hanya bagi perukyat, bagi pelaku hisab hakiki pun ketinggian hilal yang berusia hanya 19 menit itu, lanjut Pak AM juga tidak wujud ketika dilihat dari wilayah Indonesia bagian tengah.

Apalagi, dari Indonesia bagian timur. Hilal tidak wujud. Karena, tertutup oleh lengkungan bumi. Semakin ke timur, posisi hilal semakin jauh di bawah horizon.

Itulah sebabnya, meskipun di wilayah Indonesia barat posisi hilal sudah wujud di atas horizon, tetapi karena sedemikian tipisnya, sehingga tidak wujud di WITA dan WIT, maka Muhammadiyah pun memutuskan menggenapkan puasa Ramadhan 1440 H menjadi 30 hari.

Baca Juga:  KPU Siak Tetapkan Nama Anggota Dewan Terpilih Periode 2019-2024

Dan insyaAllah, akan berlebaran bareng dengan NU dan pemerintah yang dipastikan tidak akan berhasil merukyat hilal.

Tahun ini, di Indonesia Idul Fitri bakal terjadi serentak pada Rabu, 5 Juni 2019. Maka, kalau kita simpulkan, kata Pak AM, habisnya bulan Ramadhan itu sudah terjadi Senin, 3 Juni 2019, pada pukul 17:02 WIB. Karena itu, ada yang berpendapat: seusai Magrib pukul 17:21 WIB hari itu mestinya sudah masuk 1 Syawal.

Tetapi, itu hanya bagi wilayah Indonesia barat. Sedangkan bagi wilayah Indonesia tengah, Maghrib sudah datang 1 jam sebelumnya. Dan, di wilayah Indonesia timur maghrib sudah datang 2 jam sebelumnya.

Maka, di WITA dan WIT itu Ramadhan baru habis setelah Magrib. Sehingga, harus menggenapkan Ramadhan menjadi 30 hari.

Sehingga 1 Syawal pun datang sehari kemudian, yakni 4 Juni setelah Magrib. Shalat Idul Fitri dilakukan keesokan harinya, Rabu 5 Juni 2019.

Hanya satu solusi

Masalah utama ‘penetapan awal bulan’ kalender Hijriyah adalah pada ‘berpindah-pindahnya garis kalender’ di permukaan bumi. Bulan ini di Indonesia membelah wilayah WIB dan WITA-WIT.

Bulan-bulan berikutnya akan bergeser ke wilayah-wilayah lain di seluruh permukaan bumi. Sehingga, selalu terjadi kontroversi di setiap penetapan awal bulan.

Baca Juga:  Begini Cara Agar Ketupat tak Cepat Basi

Maka, solusinya cuma satu. Yakni, membuat kesepakatan untuk menetapkan posisi garis kalender itu agar tidak berpindah-pindah setiap bulan. 

Di penanggalan Masehi, patokan yang dipakai adalah GMT (Greenwich Mean Time). Yakni, Garis Bujur Bumi yang melewati kota Greenwich di Inggris.

Sehingga, penanggalan Masehi bisa dipakai oleh semua bangsa di seluruh permukaan bumi.

Jika umat Islam ingin memiliki kalender yang berlaku bagi semua bangsa di muka bumi, maka satu-satunya cara adalah membuat kesepakatan terhadap garis waktu yang menjadi permulaan bulan Hijriyah itu, semacam GMT. Di mana waktu ke-0 selalu dimulai dari garis itu.

Umat Islam bisa menyepakatinya dengan menetapkan kota Mekkah sebagai patokan waktu ke-0-nya. Meskipun, sebenarnya kita bisa menyepakati untuk diletakkan di mana saja.

Namun, potensial konflik yang paling kecil, semestinya adalah ketika dipatok di Kota Suci Mekkah. Karena sudah terbukti bisa menjadi kiblat bersama.

Dengan demikian, jika kita sepakat Kota Mekkah sebagai patokan, umat Islam bakal memiliki garis kalender dengan sebutan MMT (Mecca Mean Time), misalnya.

Seluruh perbedaan waktu dalam penanggalan Hijriyah kita cantolkan ke MMT. Sehingga, tidak ada lagi perbedaan bagi permulaan Ramadhan, Idul Fitri, dan Hari Raya Haji.

Termasuk Idul Fitri 1440 H kali ini.  Perhitungannya menjadi sebagai berikut.

Ijtimak akhir Ramadhan 1440 H terjadi pada Senin, 3 Juni 2019, pukul 10:02 GMT. Atau, pukul 13:02 MMT.

Maka, umat Islam di Mekkah bakal menggenapkan puasanya sampai Magrib pukul 18:53 MMT. Dan semestinya, usai Magrib itu mereka sudah bertakbiran menyambut 1 Syawal 1440 H.

Baca Juga:  Revisi UU Perkawinan Disahkan, Batas Usia Nikah Dirubah

Bagaimana dengan Indonesia? Jika, kita sepakat dengan garis kalender di Mekkah (MMT), maka Indonesia bakal menjadi negara yang memperoleh giliran waktu setelah Mekkah.

Bukan 4 jam ‘lebih dulu’ daripada Mekah, melainkan 20 jam ‘setelah’ Mekkah.

Karena, ingat, permulaan waktu ke-0 kita sepakati dimulai dari Kota Mekkah. Di mana, saat Maghrib di Mekkah datang, di Indonesia sudah sekitar jam 11 malam.

Sehingga, waktu shalat Idul FItri di Indonesia adalah 20 jam kemudian setelah Shalat Id di Kota Mekah.

Jika shalat Idul Fitri di Mekkh dilakukan pada Selasa, 4 Juni 2019 pukul 6 pagi MMT, maka 20 jam kemudian adalah pukul 2 dini hari MMT, di hari berikutnya.

Yang di Indonesia, itu adalah Rabu, 5 Juni 2019 pukul 6 pagi. Di mana kita melaksanakan shalat Idul Fitri 1440 H.

Dengan demikian, tidak ada lagi perbedaan penetapan awal bulan di sepanjang tahun Hijriyah. Karena, sesungguhnya, hal itu memang bukan soal teknis astronomi. Melainkan, lebih kepada kesepakatan sosial-politis belaka.

“Semoga Allah membimbing kita untuk bersepakat memiliki kalender Hijriyah yang bisa menyatukan umat Islam ke masa depan. Di seluruh dunia. Selamat Hari Raya Idul Fitri, 1 Syawal 1440 H. Taqabbalallaahu minna waminkum. Taqabbal yaa kariim,” tutup Pak Agus Mustofa yang kerap dipanggil Pak AM, penulis puluhan buku serial Diskusi Tasawuf Modern.

Sumber : Tribunnews
Editor : Afrijon

loading...