ROHIL (Publiknews)-Penggunaan kapal tangkap ikan pukat harimau bertonase diatas 20 GT yang semakin merajalela di sekitar Selat Malaka Kabupaten Rokan Hilir Riau meresahkan kehidupan nelayan tradisional setempat.
Pasalnya dengan keberadaan kapal yang memakai jaring pukat harimau membuat kapal-kapal kecil milik nelayan setempat sulit mempeoleh ikan. Dan sejauh ini kapal dengan jaring pukat harimau yang sehari-hari beroperasi di wilayah perairan Kecamatan Sinaboi, Kubu, Pasir Limau Kapas dan Bangko juga bukan milik nrlayan setempat.
Ketua Himpunan Nelayan Nasional Indonasia (HNSI) Kabupaten Rokan Hilir, Murkan Muhamad, Senin (20/2/17) menyebut dugaannya, bahwa pemerintah tidak serius menyikapi hal itu, dan terkesan main-main dalam menangani aktifitas nelayan perusak biota air dan terumbu karang yang dilakukan Nelayan dari daerah luar.
“Mestinya Pemeribtah tegas jika ada nelayan yang tidak menghiraukan imbauan dan larangan Pemerintah untuk menghentikan pemakaian pukat harimau oleh kelompok Nelayan asal Propinsi Sumatera Utara (Sumut) itu,” ucapnya.
Padahal peraturan kementerian dan kelautan nomor 2 Tahun 2015 tentang larangan pengunaan alat penangkapan ikan pukat Hela (Trawls) dan pukat tarik (Seinet).
“Ketidak seriusan Pemerintah itu bisa kita lihat dari semakin bebasnya pukat harimau tersebut meluluh-lantakkan sumberdaya ikan dan laut kita.tapi sayangnya, pemerintah sama sekali tidak pernah mengawasi atau sekedar melakukan patroli,” tegasnya.
Kata Murkan yang juga anggota DPRD Rohil menyebutkan memang sekarang ini, berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka wewenang melakukan pengawasan diserahkan ke Pemerintah Provinsi dan Pusat.
“Dimanakah lagi perlindungan negara dan letak keadilan terhadap nelayan,kita prihatin karena nelayan menjadi korban praktek illegal tersebut dan Pemerintah menutup mata atau seolah tak berdaya ketika berhadapan dengan kalangan pengusaha bermental pemburu rente ekonomi,” sebutnya.
“Kita mendesak Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir untuk melakukan langkah-langkah demi kesejahteraan dan keadilan bagi nelayan serta keamanan laut kita,” tandasnya.
Apabila Pemkab Rohil tidak mengambil sikap dikhawatirkan hal ini berpotensi menjadi sumber konflik dikalangan nelayan.
“Mari kita belajar dari peristiwa serupa dimasa lalu, seperti yang baru-baru ini terjadi di Kabupaten Asahan,” ingat Murkan.(ton)