Beranda Opini Anak Punk ‘Penyakit Sosial’ Kota Perawang

Anak Punk ‘Penyakit Sosial’ Kota Perawang

2028

FENOMENA merebaknya anak jalanan di Indonesia merupakan penyakit sosial yang komplek. Hidup menjadi anak jalanan bukanlah suatu pilihan yang menyenangkan. Karena keberadaan mereka yang tidak jarang menjadi “masalah” bagi banyak pihak, keluarga, masyarakat, dan juga negara. Namun, hingga sekarang ini nasib anak jalanan tampaknya belum begitu solutif dan masih terkesan tidak efektif atau tambal sulam.

Seperti halnya, keberadaan anak jalanan yang ada di kota Perawang ini cukup memprihatinkan. Keberadaan mereka sering kali menjadi suatu ketakutan bagi masyarakat sekitar. Keberadaan anak jalanan seringkali menimbulkan keresahaan bagi warga. Mulai dari ngamennya mereka di persimpangan lampu merah hingga masuknya ke pasar.

Beberapa waktu yang lalu, ketika saya hendak ke pasar ingin membeli sesuatu. Kebetulan saya melihat ada seorang penjual yang marah-marah kepada sekelompok anak jalanan mengamen pada saat si penjual sedang repot-repotnya melayani pembeli. Beliau marah karena sekelompok anak jalanan ini terus saja berdiri di depan meja si penjual dengan menghalangi seseorang yang sedang berbelanja (pembeli), karena tidak diberi apa-apa oleh si penjual, dengan kata lain ‘mereka seakan memaksa’.

Ketika si penjual mengatakan ‘maaf, tidak ada uang dek’, sekelompok anak jalanan ini pun membalas omongan si penjual dengan “barang jualan ibu juga bisa buk, untuk kami bawa pulang”. Tak jarang anak jalanan ini pulang dengan membawa hasil ngamen mereka selain berbentuk uang. Terkadang mereka pulang dengan membawa sayur, beras, ikan, telur, dll.

Baca Juga:  Warga Perawang Diperkosa Dalam Mobil, Pelaku Ditangkap Polsek Tualang di Pelalawan

Selain itu, ada juga pernah kejadian seorang anak jalanan yang mengamen di tengah jalan dengan keadaan mabuk. Ketika ia tidak diberi uang oleh si pengguna jalan, maka ia tidak segan-segan melempari kaca mobil itu hingga pecah. Keributan yang ditimbulkan oleh anak jalanan ini menjadi kekhawatiran yang besar bagi warga.

Melihat kejadian-kejadian diatas, saya sedikit miris mengingat Kota Perawang adalah daerah yang dikenal sebagai kota Industri. Perkembangan ekonomi yang cukup menjanjikan karena adanya perusahaan besar seperti Sinarmas & PT Indah Kiat, yang berdampak bagi perkembangan ekonomi yang bagus dan pembangunan daerah cukup maju. Namun hal ini juga ternyata belum menjamin adanya kesejahteraan dan kesetaraan bagi Hak Asasi Manusia.

Kenapa hal ini bisa terjadi?

Semua ini bisa terjadi, apabila pemerintah masih cuek terhadap permasalahan-permasalahan sosial yag terjadi. Dalam memberantas keberadaan anak jalanan ini tidak cukup hanya melakukan penangkapan, pendataan, dan pemulangan kerumah masing-masing. Selain tindakan yang efektif, pemerintah juga harus melakukan tindakan yang efisien sebagai pendukung dalam menyelesaikan persoalan-persoalan sosial ini agar tidak dinilai sebagai tindakan yang “tambal sulam”.

Daerah Perawang yang dikenal sebagai kota industri. Kota yang seharusnya mampu mengatasi persoalan sosial dengan baik mengingat faktor ekonomi bukanlah menjadi persoalan utama lagi bagi masyarakat kota Perawang. Memang benar, pihak pemerintah (Dinas Sosial) sudah dan bahkan sering melakukan razia penertiban anak jalanan yang ada di kota Perawang.

Hanya saja pemerintah hanya melakukan penangkapan, setelah ditangkap dan didata mereka akan dipulangkan ke daerah asal mereka masing-masing. Kerap kali pemerintah belum menyentuh akar persoalan, dimana setiap digelar razia berujung sang anak “dijebloskan” kepanti sosial. Ironisnya kegiatan itu berlangsung hanya sebagai formalitas saja. Sebab setelah mendapatkan sedikit banyak pengarahan, sang anak kembali dilepaskan. Maka tak heran anak jalanan kembali turun kejalanan lagi dan bahkan semakin bertambah jumlahnya.

Oleh karena itu pemerintah seharusnya menyediakan ‘Rumah Singgah Anak Jalanan’, Karena peran dari rumah singgah ini sangat penting bagi mereka. Di rumah singgah inilah pemerintah bisa mendidik, membekali mereka dengan keterampilan sesuai dengan minat dan bakat mereka masing-masing, dan memberdayakan mereka menjadi lebih baik lagi. Hal yang paling penting ialah melakukan pendekatan intensif dalam mengahadapi kenakalan dan ulah anak jalanan. Selama ini proses razia yang dilakukan menghasilkan paradigma destruktif, kontradiktif dan bersifat incidental.

Baca Juga:  Perawang Rawan Kriminal, Polsek Tualang Himbau Jangan Pancing Pelaku Kejahatan

Menurut UUD 1945, “Anak terlantar itu dipelihara oleh negara”. Yang artinya pemerintah memiliki tanggung jawab terhadap pemeliharaan dan pembinaan anak-anak terlantar, termasuk anak jalanan. Hak asasi anak terlantar dan anak jalanan, pada hakekatnya sama dengan hak-hak asasi manusia pada umunya. Seperti yang tercantum dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Konveksi Hak-hak Anak. Yang mana, mereka juga perlu mendapatkan hak-haknya secara normal sebagaimana layaknya anak pada umumnya. Mulai dari hak sipil dan kemerdekaan, kesehatan, kesejahteraan, pendidikan, rekreasi, budaya, perlindungan khusus, serta lingkungan keluarga dan pemeliharaannya.

Kita semua juga tahu bahwa anak-anak adalah aset bangsa yang harus dijaga. Mereka adalah generasi penerus bangsa dan salah satu tiang pembangunan di masa depan. Kekurangan pendidikan yang berdampak pada pola pikir dan pola berprilaku, kemudian kehidupan yang tidak memadai juga akan berdampak pada kesehatan. Apabila pemerintah tidak mengambil langkah cepat dalam mengatasi perosalan sosial ini maka, apa yang di alamai oleh anak-anak jalanan inilah yang nantinya akan menjadi gambaran anak-anak masa depan bangsa Indonesia kedepanya.

Oleh: Karlina Veradia Simanungkalit
Penulis adalah alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jambi

loading...