Beranda Opini Catatan Atok: Money Politic yang Ditunggu

Catatan Atok: Money Politic yang Ditunggu

94

OPINI (Infosiak.com) – Mengutip dari Wikipedia Indonesia, dijelaskan bahwasanya money politic (politik uang) adalah suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat Pemilihan Umum (Pemilu).

Pemberian bisa dilakukan menggunakan uang atau barang. Politik uang adalah sebuah bentuk pelanggaran Pemilu di masa kampanye. Politik uang umumnya dilakukan oleh simpatisan, kader, atau bahkan pengurus partai politik menjelang hari H Pemilihan Umum (Pemilu).

Praktik politik uang dilakukan dengan cara pemberian berbentuk uang atau sembako seperti beras, minyak, gula dan sebagainya kepada masyarakat (pemilih) dengan tujuan untuk menarik simpati masyarakat agar mereka memberikan suaranya untuk calon atau partai yang bersangkutan.

Aturan soal politik uang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu yang terbagi ke dalam sejumlah pasal yakni Pasal 278, 280, 284, 515, dan 523. Dalam pasal-pasal tersebut, larangan politik uang dilakukan oleh tim kampanye, peserta Pemilu, serta penyelenggara selama masa kampanye ataupun di masa tenang menjelang tibanya hari H Pemilu (pencoblosan).

Baca Juga:  Kabut Asap, Tutup Perizinan Buka Lahan!

Untuk menghindari terjadinya money politic di saat Pemilu, Pemerintah Republik Indonesia (RI) juga telah membentuk sebuah lembaga/badan yang ditugaskan untuk memantau dan mengawasi proses jalannya Pemilu agar tidak terjadi praktik money politic di masyarakat. Badan yang dibentuk oleh Pemerintah RI tersebut adalah Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) yang saat ini ada di setiap daerah kabupaten/kota di Indonesia.

Berdasarkan pengalaman penulis, praktik money politic bukanlah hal baru di tengah masyarakat. Setiap tibanya masa Pemilu, para calon/kandidat peserta Pemilu kerap mendapat tantangan dari masyarakat yang tanpa basa-basi berani menyodorkan/mengajukan tawaran jual-beli suara dengan mengatakan “Wani Piro?”. Ungkapan Wani Piro yang kerap terdengar di telinga itu sekaligus merupakan bagian dari pintu masuk terjadinya praktik money politic.

Baca Juga:  Pentingnya Partisipasi Pemilih untuk Menjaga Demokrasi pada Pemilu 2024

Money Politic Seperti Siluman.

Praktik money politic (politik uang) yang terjadi di tengah masyarakat memang sangat sulit dibuktikan secara fakta (temuan, red), sebab antara pelaku/pemberi dan penerima sudah terlebih dahulu mengetahui efek dari praktik money politic tersebut. Sehingga diantara mereka harus saling menjaga/merahasiakan agar tidak diketahui oleh siapapun, terutama oleh aparat penegak hukum dan Bawaslu.

Dalam prosesnya, praktik money politic kerap disandingkan/dibarengkan dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial. Seperti acara silaturrahmi, acara makan bersama, acara temu-ramah, dan lain sebagainya. Sehingga sangat sulit bagi kita untuk mengatakan bahwa money politic itu tidak ada, begitu juga sebaliknya sulit bagi kita untuk mengatakan bahwa money politic itu ada.

Jika harus dianalogikan, praktik money politic yang terjadi di masyarakat seolah sama seperti praktik Tuyul mencuri uang tabungan. Dalam aksi yang dilakukan oleh Sang Tuyul, hanya siTuyul dan sipemilik Tuyul lah yang tau bagaimana cara mereka menjalankan aksinya demi mendapatkan keuntungan.

Baca Juga:  Anak Punk 'Penyakit Sosial' Kota Perawang

Selain itu, dalam praktik money politic kita juga bisa menganalogikan seolah seperti sesosok siluman yang kerap mengganggu petugas ronda (jaga malam, red). Meskipun seluruh petugas ronda mengatakan bahwasanya di dalam Pos Ronda ada makhluk siluman, namun bagi warga yang tidak melihatnya akan sangat sulit untuk percaya.

Di kalangan sebagian orang, praktik money politic justeru dianggap sesuatu yang membawa keberuntungan dan sangat ditunggu-tunggu, meskipun mereka semua tau bahwa money politic tersebut adalah hal yang dilarang dalam sebuah kontestasi politik (Pemilu, red). Bahkan jika tanpa adanya money politic, besar kemungkinan para pemilih enggan untuk datang ke TPS guna menyalurkan hak pilihnya. Benarkah demikian?.

Penulis: Atok

loading...